“DPD RI sebagai wakil daerah, dipilih melalui Pemilu seperti Partai Politik, hanya bisa mengusulkan Rancangan Undang-Undang dan membahas di fase Pertama di Badan Legislasi. Sedangkan pemutus untuk mengesahkan menjadi Undang-Undang adalah DPR bersama Pemerintah. DPD RI juga tidak bisa mengusulkan pasangan Capres dan Cawapres dari jalur non-partai politik. Padahal, masyarakat melalui sejumlah survei menghendaki ada calon pemimpin nasional dari unsur non-partai politik,” paparnya.
Lebih parah lagi, Partai Politik membuat aturan melalui Undang-Undang Pemilu tentang Ambang Batas Pencalonan Presiden, atau Presidential Threshold sebesar 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen perolehan suara partai dalam Pileg.
“Negara ini menjadi miskin calon pemimpin nasional. Selain itu juga banyak dampak buruk atau mudarat dari penerapan Ambang Batas Pencalonan Presiden ini,” lanjutnya.
Ditambahkan LaNyalla Indonesia telah meninggalkan Demokrasi Pancasila, kini sudah menjadi Demokrasi Liberal. Dimana pada hakikatnya, Demokrasi Pancasila adalah Demokrasi yang mewakili semua elemen bangsa.
“Karena bangsa ini sangat majemuk seharusnya semua elemen terwakili di dalam Lembaga Tertinggi Negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, selain DPR sebagai representasi Partai Politik, terdapat Utusan Daerah dan Utusan Golongan,” katanya.
Tetapi yang terjadi sekarang, semua diatur sendiri oleh kesepakatan-kesepakatan dan kongsi antar partai politik. Bangsa ini sudah lupa dengan semangat para pendiri bangsa saat merumuskan Sila ke-Empat dari Pancasila, yang berharap kepada para Hikmat yang Bijaksana untuk melakukan Musyawarah Mufakat, demi mewujudkan cita-cita hakiki bangsa ini, yaitu; Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
“Inilah wajah konstitusi dan produk undang-undang negara kita hari ini. Oleh karena itu, saya terus berkeliling Indonesia menyampaikan bahwa rencana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 harus menjadi momentum untuk melakukan koreksi total atas Sistem Tata Negara Indonesia dan Sistem Perekonomian Nasional. Kita harus kembali ke fitrah sebagai bangsa yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Kita harus menghargai semua pahlawan dan jasa para pendahulu, termasuk para Raja dan Sultan Nusantara yang telah berjasa melahirkan bangsa dan negara ini,” paparnya.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi sejumlah Senator asal Riau di antaranya Muhammad Ghazali, Instiawati Ayus, Misharti, Edwin Pratama Putra, Dharma Setiawan (Kepri) dan Abdul Hakim (Lampung) serta Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin. Turut hadir Gubernur Riau Syamsuar, Bupati Pelalawan Datuk H Zukri dan Wakil Bupati Pelalawan Datuk H Nasarudin serta Forkopimda dan sejumlah pejabat lainnya
Selain tuan rumah Sultan Pelalawan X Assayyidis Syarif Kamaruddin Harun Tengku Besar Pelalawan, juga hadir Dewan Kehormatan Adat Datuk Baharuddin, Ketua MKA LAMR Kabupaten Pelalawan Datuk Seri H Abdul Wahid Datuk Rajo Bilang Bungsu, Ketua DPH LAMR Kabupaten Pelalawan Datuk Seri T Zulmizan F Assagaff, Ketua Umum MAKN KPH Eddy S Wirabhumi, Sekjen MAKN Raden Ayu Yani Wage Sulistyowati Keoswodidjoyo dan Ketua Pokja Kerajaan Nusantara Yurisman Star. (*)